Taksi Expres
MEMBANGUN SKEMA KEMITRAAN
Tidak banyak perusahaan taksi di Indonesia yang berumur panjang. Expres salah satunya. Perusahaan ini bisa berkembang terutama berkat skema kemitraan dan para pengemudinya. Dengan skema ini, derajat pengemudinya juga ikut terangkat.
SAAT INI dijalanan wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi (Jabodetabek) kita dapat dengan mudah menemukan taksi berwarna putih. Taksi exspres, bukan taksi lain yang juga berwarna putih. Pantas saja, taksi yang dikelola PT Expres Transindo Utama, Tbk. (Express Group) ini memang menjadi taksi dengan satu nama yang terbanyak di Jabodetabek dan terbanyak kedua di Indonesia. Jumlahnya 8.700 unit! Dari jumlah itu sekitar 90% -nya melayani penumpang di Jabodetabek. Sisanya, menjelajahi Medan, Surabaya, dan Semarang. Secara nasional, market share Taksi Express mencapai 10.2% (Aprol 2012) atau hampir 30% untuk wilayah Jabodetabek. Menurut Herwan Gozali, Direktur Operasional Express Group, pada 2015 Taksi Express ditargetkan menempati posisi nomor 1 di Jabodetabek.
Ya, Expres Group memang merupakan salah satu dari segelintir perusahaan taksi yang berkembang pesat di Indonesia. Perusahaan ini telah memiliki pool yang tersebar di 23 lokasi. Sementara, untuk mengoperasikan armada, perusahaan memperkerjakan 18.000 tenaga pengemudi, yang terdiri atas pengemudi utama dan pengemudi cadangan. Selain pengemudi, ada lagi 2.000 tenaga kerja yang dilibatkan dari proses bisnisnya. Di setiap pool misalnya, terdapat tenaga administrasi, tenaga operasi, tenaga bengkel, tukang taman, satpam, kasir, dan trainer. Sementara di kantor pusat terdapat petugas call center, sekretaris, tenaga business supporting, accounting, finance, dsb.
Dari sisi bisnis, semester pertama 2013 si taksi putih telah member kontribusi 84% dari laba bersih Expres Group sebesar Rp 60,5 miliar. Sementara total pendapatan yang diperoleh perseroan untuk periode yang sama mencapai Rp 331,3 miliar.
Dalam hitungan yang pernah dilakukan, di armada Taksi Express terjadi 35 juta transaksi dalam setahun. Artinya, dalam setahun ada 35 juta (kelompok) penumpang yang menggunakan jasa Taksi Express.
Taksi Express saat ini juga menjadi satu-satunya taksi yang menggunakan teknologi digital dispatch system (DDS) dan GPS. Penggunaannya dimulai pada 2012. Saat ini, kedua alat tersebut telah terpasang di hampir semua unit armada. Namun, sementara ini teknologi DDS baru berguna untuk memudahkan caloo penumpang mengetahui apakah unit taksi di hadapannya sedang kosong atau telah mengangkut penumpang. Dalam waktu yang tidak lama lagi, DDS akan memungkinkan pemesnan Taksi Express mengetahui mana taksi yang ia pesan. Aplikasinya tersedia untuk pengguna smartphone Blackberry dan iPhone/iOS. Sementara, technology GPS memudahkan pengemudi menjangkau lokasi pemesan dan menghindari jalan-jalan yang macet, serta memberikan alternative rute tersingkat. Dari perhitungan yang dilakukan, kedua teknologi tersebut mampu menghemat bahan bakar hingga 15%.
Selain itu, sekitar 6.000 unit Taksi Express juga telah dapasangi mesin pembaca uang plastic BCA Flazz. Bila mesin ini sudah terpasng di semua unti taksi, penumpang tak perlu membayar ongkos menggunakan uang. Penumpang cukup menempelkan kartu ke mesin pembaca dan struk pembayaran tercetak. Keribetan yang selama ini terjadi menyangkut uang kembalian akan teratasi.
SKEMA KEMITRAAN UNTUK PENGEMUDI
Perkembangan perusahaan yang pesat itu tidak terlepas dari system pengelolaan yang baik. Berbeda dengan perusahaan taksi lain, Expres Group mengikat pengemudi Taksi Express dengan skema kemitraan. Pengemudi tidak sekedar bekerja, melainkan juga mendapat peluang untuk memiliki unit taksi yang ia kemudikan. Skema ini mulai dijalankan sejak 2002. Hingga akhir 2012 telah ada 3.500 mitra pengemudi yang telah menikmati hasil skema kemitraan ini.
Gagasan kemitraan datang dari Herwan Gozali dan Daniel Podiman, Presiden Direktur Express Group saat ini, berdasarkan masukan dari para pengemudi. Skema ini ternyata dapat mengurangi ketegangan antara pengemudi dan perusahaan seperti yang biasa terjadi pada perusahaan taksi yang menerapkan system setoran atau komisi. “Yang paling penting, terjadi kestabilan operasi,” tambah Herwan.
Skema kemitraan ini dipilih untuk memberikan imbal balik berupa terbangunnya rasa tanggung jawab di kalangan pengemudi. Mereka akan terdorong memberikan yang terbaik ketika melayani penumpang. Selain itu, mereka akan mengemudikan armadanya dengan lebih hati-hati sehingga tidah mudah rusak.
Pada 2008 skema kemitraan ini mendapatkan pengakuan dari United National Development program (UNDP). Salah satu badan di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) ini menilai skema kemitraan ini sebagai contoh keberhasilan program kemitraan yang dapat membantu program PBB dalam memberantas kemiskinan di dunia.
Taksi Express memberlakukan tariff batas bawah. Kebijakan ini dipilih juga dengan mendengarkan suara pengemudi. “Kami menggunakan pola kemitraan. Karena itu, sebelum keputusan diambil kami selalu bertanya kepada pengemudi. Buat kami, tariff atas atau tariff bawah tidak berpengaruh. Tapi yang dilapangan kan pengemudi. Mereka lebih percaya diri kalau menggunakan tariff bawah. Jadi, kebijakan ini bukan semata-mata kehendak kami,” terang Herwan. Kini tariff awalnya Rp 6.000, lalu ditambah Rp 3.000 setiap kilometernya. Sementara tariff tunggunya Rp 36.000 per jam.
Untuk bisa member pelayanan yang baik kepada penumpang, perusahaan memberi pelatihan teori dan praktik kepada para mitra pengemudi. Pelatihan tersebut diberikan saat pengemudi baru diterima menjadi mitra dan secara berkala sesudahnya. Materi pelatihannya antara lain pelayanan prima, safety driving, pengenalan rambu-rambu lalu lintas, Undang-undang No. 22 tahun 1999 tentang Lalulintas dan Angkutan Jalan, mengemudi defensive, strategi operasional, dan pengenalan jalan.
Razia juga secara rutin dilakukan terhadap armada yang beroperasi. Razia ini terutama dilakukan untuk menjaga kerapihan berpakaian para pengemudi, kelengkapan armada, dsb.
Dalam menampung keluhan penumpang, Taksi Express juga menyiapkan layanan pelanggan. “Kami tidak bisa mencegah adanya keluhan di lapangan. Tapi kalau itu terjadi, kami pastikan akan memberi respon terlebih dahulu. Setelah itu kami melakukan investigasi,” tegas Herwan.
Taksi Express juga aktif di social media macam Twitter, Facebook, dan website. Ada tim khusus yang bertugas selalu memantau perkembangan jumlah follower atau friend dan memperhatikan setiap keluhan mereka. “Kalau tidak begitu, kita akan ketinggalan zaman.”
PUNYA LAYANAN LIMOSIN
Taksi Express berdiri pada 1989 di bawah bendera Rajawali Corpora yang bergerak di bidang usaha pengangkutan darat. Menurut Herwan, perusahaan masuk ke bisnis taksi lantaran bisnis transportasi ini menyediakan peluang yang cukup besar. “Industri jasa taksi, dari dulu tidak pernah kekurangan demand, terutama di DKI Jakarta ini. Sampai saat ini pun pertumbuhan jumlah taksi masih dibawah kebutuhan,” jelasnya. Sekadar gambaran, pada April 2012 di Singapura ada lima taksi per 1.000 penduduk, di Malaysia ada tiga taksi per 1.000 penduduk, sementara di Indonesia hanya 0,24 taksi per 1.000 penduduk. “Bisnis ini secara cashflow juga bagus, karena (pendapatannya) tunai,” tambahnya.
Dimulai dengan 10 unit armada, Taksi Express beroperasi. Sistemnya belum sebagus saat ini. Pengemudi dibebani setoran tertentu untuk mendapatkan komisi dengan jumlah tertentu. “Dengan system ini tensi hubungan antara perusahaan dan pengemudi sangat tinggi. Pengemudi harus mengejar penumpang dengan keras, sedangkan beban biaya ntuk mobil ditanggung perusahaan,” jelas Herwan. Dalam kondisi seperti itu, jumlah armada masih bisa bertambah, meski perlahan.
Pada tahun 2008 Taksi Express memiliki adik baru bernama Tiara Express. Taksi baru ini bukan pesaing sang kakak, karena target pasarnya berbeda. Tiara Express masuk ke pasar kelas premium dengan menggunakan armada Toyota Alphard dan Marcedes Viano. Sampai akhir 2012, jumlah armada taksi kelas atas ini mencapai 108 unit.
Adik Taksi Express lainnya adalah layanan Value Added Transportasion Business (VATB) limosin, bis pariwisata (eagle high), dan penyewaan kendaraan untuk perusahaan di bawah Rajawali Corpora. Layanan VATB limosin tersedia di Jakarta, Bandung, Bali, dan Lombok. Hingga akhir 2012 telah tersedia 138 unit VATB limosin. Sementara layanan bis pariwisata tersedia untuk wilayah Jabodetabek sejumlah 15 unit.
Pada 2010 ketika jumlah armada Taksi Express sudah mencapai 3.000 unit perusahaan melakukan ekspansi dalam skala besar. “Tiap tahun kami menambah armada hampir 2.000 unit.”
Dalam menambah armada, Taksi Ekpres hanya menggunakan satu merk mobil, Toyota. “Penting buat perusahaan untuk memiliki satu merk kendaraan. Karena apa? Pertama, berhubungan erat dengan efisiensi suplai pengadaan armada. Dengan membeli satu merk dalam jumlah banyak, kalau ada satu unit yang cacat, kita bisa kembalikan dan diganti yang baru, karena daya dukungnya besar. Kedua, efisiens dalam pengelolaan suku cadang. Apalagi produk Toyota terkenal kebandelannya dan irit. Ini punya pengaruh ke kantung pengemudi.
Pada 2 November 2012 perusahaan melakukan penawaran umum perdana saham atau initial public offering (IPO). Sejak saat itu, perusahaan ini resmi menjadi perusahaan public dengan kode saham TAXI.
Namun, perjalanan Taksi Express bukan tanpa melalui masa-masa sulit. Pada 1998 misalnya, perusahaan ini menghadapi masa sulit. Saat itu terjadi krisis ekonomi yang dahsyat. Bunga Bank melambung. Nilai mata uang rupiah terjun bebas hingga mencapai Rp 17.000 per dolar AS. Padahal, armada taksi yang dioperasikan diperoleh secara leasing. Menghadapi kondisi seperti ini, menurut Herwan, perusahaan memutuskan untuk membayar beban bunga leasing yang menjadi tanggung jawab perusahaannya. Untuk sisa hutang, dilakukan penjadwalan ulang. Kondisi krisis ini akhirnya menjadi salah satu factor pendukung ketika pola kemitraan digunakan. “Pola kemitraan ini ternyata punya ketahanan dalam mengahadapi krisis. Soalnya, pengemudi uga ikut berfikir untuk bertahan. Pengemudi dan perusahaan sama-sama punya tanggung jawab,” tutup herwan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar