peluang usaha bisnis syariah wisata hati yusuf mansur

peluang usaha bisnis syariah wisata hati yusuf mansur
peluang usaha bisnis syariah wisata hati yusuf mansur

Jumat, 22 November 2013

DUIT BERLIPAT DARI BAKSO SEHAT

DUIT BERLIPAT DARI BAKSO SEHAT
Sama-sama untung. Begitu prinsip kemitraan yang diusung oleh BR Prabowo, penggagas dan pemilik Bakso Sehat Bakso Atom (BBSA) dalam menjalankan usahanya. Mitra tidak dibebani kewajiban membayar management fee atau franchisee fee. Cukup hasil bersih penjualan dibagi dua sama rata.
Wajah Prabowo, panggilannya, masih terlihat agak serius meski pembawaannya santai ketika Ide bisnis menemuinya beberapa waktu lalu. Ia baru saja ikut memberikan pelatihan pembuatan bakso sehat, kepada guru-guru salah satu SMK di kantor pusat BSBA di Ciputat, Tangerang. “Ini merupakan bentuk CSR (Corporate Social Responsibility) kami, bagaimana mensosialisasikan pembuatan panganan bakso yang sehat. Bagaimana prosesnya, cara menyajikannya dan lain-lain.”
Prabowo memang tidak main-main dengan kata “sehat” di jualan baksonya. Bisa dibilang BSBA merupakan satu-satunya bakso di Indonesia yang sudah diuji di Laboratorium Kesmavet, Dinas Kelautan dan Pertanian, DKI Jakarta. Hasilnya? Bahwa bakso atom layak dikonsumsi. Pengujian dilakukan setiap tahun. Tidak hanya dari proses produksinya yang dilakukan secara hygienist tapi juga dari pilihan bahan baku baksonya. Daging bakso yang digunakan, menurut istrinya, Istu Prabowo, berasal dari daging sapi berkualitas baik, tanpa limbah daging (hati, jantung, usus, lemak jenuh dan lain-lain).
MEMILIH MITRA
“Tidak hanya sehat, bakso kami juga enak. Apa gunanya sehat tapi rasanya tidak enak,” tambah Istu tersenyum. Karena itu BSBA terus berinovasi mengembangkan varian rasa yang dibuat. Total saat ini ada 12 varian rasa. Diantaranya bakso urat, bakso keju, bakso sumsum, bakso tahu, baksomay, bakso burger dan lainnya yang dijual dengan harga satu porsi Rp 15.000- Rp 20.000. beragam produk bakso inilah yang setiap hari dikirim ke 21 outlet BSBA (15 diantaranya milik mitra) di Jabodetabek dan Bandung. Total produksi bakso BSBA setiap hari bisa mencapai 1.500 butir bakso.
Kemitraan yang dijalankan tidak menggunakan system seperti di bisnis waralaba. “Mitra cukup menyediakan outlet, kami yang mengelola usahanya. Hasil bersih dibagi dua. Tapi mitra harus juga ikut cawe-cawe dalam urusan usaha, paling tidak dalam hal marketing,” tutur Prabowo. Karena itu, ia cukup selektif memilih mitra yang mau diajak kerjasama. Lewat cara bagi hasil ini, banyak mitra sudah balik modal dalam hitungan bulan. Kerjasama mitra dilakukan selama 3 tahun, dan dapat diperpanjang.
Hubungan kemitraan dalam usaha ini bukannya tanpa kendala. Cerita Prabowo, ketika hasil bersih keuntungan masing-masing mendapat Rp 5 juta perbulan belum ada masalah. Begitupun dengan hasil Rp 25 juta. Namun begitu keuntungan bersih yang didapat mencapai Rp 50 juta per bulan, mulailah mitra berulah. Mereka akan membuat usaha bakso sendiri, karena merasa hasil keuntungannya besar, meski masa kemitraan belum berakhir. Biasanya, tambah Istu, hal itu terjadi ketika hubungan kemitraan sudah lewat satu tahun dan mitra sudah balik modal. Karena itu kedepannya, BSBA berencana membuat system baru untuk hubungan kemitraannya ini.
RELA LEPAS PROVESI MENTERENG
Kunci keberhasilan usaha bakso, menurut Prabowo, tidak semata-mata karena produknya. Tapi cara pengelolaan pun berpengaruh terhadap kesuksesan. “Saya sama istri mengelola ini berdua. Kebetulan istri ahli biologi yang pernah bekerja di BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) dan BSN (Badan Standarisasi Nasional), jadi dia yang membuat produk bakso. Sedangkan saya, lebih banyak berpengalaman di bidang marketing,” papar Prabowo yang memulai BSBA di tahun 2003 dengan outlet berukuran 4m2x6m2 di Ciputat, Tangerang.
Ia tak menyangka usashanya cepat berkembang. Dalam tempo 3 tahun, outletnya bertambah menjadi 10 dengan 100 orang karyawan. Istu melihat, usaha ini harus digarap dengan serius, tidak bisa dibuat bisnis sampingan lagi. Karena itu, ia merelakan ketika suaminya melepas jabatannya sebagi Vice President Lippo Bank di tahun 2006 dan menekuni usaha bakso. Langkah ini akhirnya juga diikuti Istu pada tahun 2012 dengan menanggalkan profesinya sebagai pegawai negeri di BSN.
Keputusan yang diambil Prabowo dan istrinya ternyata tepat. Setelah dikelola secara full time oleh mereka berdua, usaha bakso berkembang makin pesat. Bahkan dari hasil penjualan bakso, mereka sudah bisa membeli lahan seluas 4.000m2 di Ciputat, Tangerang. Di tempat ini pula mereka membangun gerai penjualan batik dari berbagai daerah dengan nama Batik Saya Batik Asli. Prabowo juga bisa menyekolahkan kedua anak mereka, dari hasil jualan bakso, ke Australia. “Anak saya sekarang malah bangga, kalau ditanya pekerjaan bapaknya sebagai tukang bakso.”

SAATNYA BERMAIN WARALABA PERAK

SAATNYA BERMAIN WARALABA PERAK
Bila perhiasan emas bisa dijadikan sebagai sarana investasi, perhiasan perak lebih banyak digunakan untuk kepentingan fashion. Harganya yang lebih murah, dengan berbagai macam model menjadikan perak banyak disukai. Meski begitu, pemain waralaba untuk jenis usaha ini masih sedikit, padahal peluang usahanya besar. Khususnya untuk kelas menengah ke atas.
SALAH SATU pemain yang tetap bertahan sejak tahun 2001 adalah DParisSilver. Dari 38 outlet retail toko penyedia berbagai macam aksesoris perak yang ada, 5 outlet diantaranya dijalankan dengan kemitraan. “Selain di tiga kota besar Jakarta, Bandung dan Surabaya, toko kami juga ada di Palembang, Bogor, Indramayu, dan Jayapura,” terang Dini Ardina, franchise manager PT Sinar Dunia Pratama, yang menaungi DParisSilver.
DParis menawarkan 2 paket kemitraan yang dibedakan dari luasan outlet. Pertama, outlet sedang berukuran 9m2 dengan investasi Rp 140 juta dan outlet besar dengan luasan lebih dari 9m2 dengan nilai investasi Rp 160 juta. Nilai investasi tersebut belum termasuk sewa tempat. Karena itu Dini menyarankan, calon mitra harus menyediakan dana sebesar Rp 200 juta – Rp 300 juta. Disarankan memilih lokasi toko di mal. Karena produk DParis lebih banyak menyasar kelas menengah ke atas. Tempat tersebut mudah dijangkau dengan traffic orang yang melintasinya sangat tinggi.
MEMBAGI KESUKSESAN
Saat ini, penawaran kemitraan hanya berlaku untuk wilayah di luar Jakarta, Bandung, dan Surabaya. “Penawaran kemitraan di 3 kota tersebut sudah ditutup. Karena kami ingin mengembangkan lebih banyak lagi DParis di luar daerah,” ucap Dini. Dengan cara itu DParis berniat untuk membagi kesuksesan bisnis ini kepada masyarakat luas. Cita-cita yang memang sudah diniatkan oleh Thomas Sugiyo, pemilik DParis saat mewaralabakan usahanya di tahun 2009.
Syarat menjadi mitra waralaba DParis selain sudah mempunyai kecukupan modal, bersedia mengikuti Standard Operation Procudures (SOP) yang sudah diatur oleh pihak DParis dan mempunyai minat terhadap bisnis retail perhiasan. Dini menginginkan mitra juga ikut mengembangkan bisnis ini di pasaran, tidak hanya sekedar menanamkan modalnya. Karena itu DParis lebih mengutamakan mitra yang masih berusia produktif yaitu antara 20-40 tahun. Dini pernah menolak calon mitra DParis, karena ketika mengajukan menjadi mitra sudah memasuki masa pension.
Ketika semua persyaratan sudah terpenuhi oleh calon mitra, dan lokasi usaha yang dipilih calon mitra sudah disetujui, pihak DParis akan melatih karyawan untuk mengisi outlet. Biasanya satu outlet di kelola 3 orang karyawan, satu leader dan dua orang SPG. “Kalau semuanya berjalan dengan lancer, dalam tempo 2-3 bulan, dari mulai pengajuan outlet sudah bisa dibuka,” papar Dini yang mulai bergabung dengan DParis sejak tahun 2003. Bila usaha berjalan lancer, balik modal antara 15 bulan – 16 bulan dengan masa kemitraan selam 5 tahun.
KEUNGGULAN DPARIS
Apa kelebihan outlet DParis disbanding toko sejenis? Dini meyainkan, semua produk DParis terbuat dari silver murni, silver dilapisi emas putih 18k, steel dengan kadar 316l, dan titanium. Semua produk diimpor dari Italia, Thailand, Cina dan Malaysia. DParis membedakan produknya menjadi 2 jenis, yaitu barang “nasi dan sayur”. Arang nasi maksudnya, produk yang dari dulu modelnya akan selalu ada. Seperti anting mata, dari saya kecil sampai kini (model) barang tersebut masih saja ada,” papar Dini.
Berbeda dengan barang sayur. Produk aksesoris tersebut selalu up to date, mengikuti tren. Misalkan saat lebaran, DParis akan menjual berbagai perhiasan bernuansa islam. Begitu juga saat natal, aksesoris bergambar salib, akan menjadi jualan utama outletnya. Produk yang dijual, lengkap terdiri dari berbagai ukuran, dari yang kecil sampai yang besar. Seperti kalung, ukurannya lengkap dari 40-65cm. harga jualnya berkisar Rp 30.000-Rp 1,2 juta.
“Kelebihan pelayanan kami lainnya adalah, memberikan jasa lapis ulang. Karena dalam tempo tertentu, perak pasti akan kusam. Semahal apapun harganya,” terang Dini. Jasa lapis ulang ini, cukup meringankan bagi konsumen. Misalkan konsumen membeli perhiasan perak dengan harga Rp 200.000-Rp 300.000, untuk lapis ulangnya cukup dikenakan Rp 25.000. layanan seperti inilah yang tidak dimiliki oleh outlet toko perhiasan perak yang lain. Dengan berbagai jasa layanan dan produk yang berkualitas, Dini yakin peluang usaha ini masih besar. Apalagi saat ini hanya DParis, waralaba aksesoris peraj yang masih bertahan.

BIDIKAN PASAR KARPET PESANAN KHUSUS

BIDIKAN PASAR KARPET PESANAN KHUSUS
Mitra Karpet, boleh jadi pemain baru di bisnis pembuatan dan penjualan karpet di Tanah Air. Tapi, hampir semua masjid besar dan beberapa hotel di Indonesia, menggunakan karpet buatannya.
Sekadar menyebut beberapa tempat yang telah menggunakan karpet buatan Mitra Karpet, diantaranya, Masjid Kubah Mas yang menggunakan 2.500m2 karpet. Masjid Az-Zikra di Sentul, Bogor yang dibawah asuhan Ustad Arifin Ilham, memasang 1.500m2. belum lagi masjid yang dikelola Ustad Syafii Antonio di Bogor, masjid yang dikelola Ustad Abu Sangkan di Bekasi, Masjid Rosniah Bakrie, di Bogor, Masjid di Gedung Manggala Wanabakti, Departemen Kehutanan, Jakarta. Tempat lain Gedung Sasana Kriya Taman Mini Indonesia Indah (TMII) yang memesan 3.000m2 dan beberapa hotel berbintang lainnya.
“Kelebihan Mitra Karpet, kami bisa membuat karpet sesuai kemauan konsumen yang tidak bisa dibuat oleh mesin. Karena semua proses produksi dikerjakan secara manual dengan tangan,” ucap Purwoko Budi Santoso (37) pimpinan CV Mitra Karpet Indonesia. Karpet yang dibuat dengan mesin, selain terbatas pada mesin yang dibuat, juga terbatas pada lebar karpet saat pembuatannya. Keunggulan lain Mitra Karpet, menggunakan bahan akrilik antibakteri. Jadi kalau karpet terkena air, tidak akan berbau. Bahan akrilik biasanya digunakan untuk membuat karpet masjid, untuk hotel biasanya memakai benang wol. Tambahan informasi, bandrol harga karpet buatannya berkisar antara Rp 360.000-Rp 525.000 per m2.
PASAR BESAR
Keberhasilan usahanya tidak terlepas dari kejelian Purwoko melihat peluang pembuatan karpet handtufted atau custom carpet. Berawal di tahun 2010 ketika ia mendapat order untuk pembuatan karpet di sebuah masjid di kawasan Cinere Depok (belakangan diketahui berasal dari Masjid Kubah Mas). Si pengelola masjid menghendaki karpet yang dipesannya, corak dan warna lain dari biasanya. Purwoko pun mencari reverensi bentuk karpet yang dikehendaki konsumennya. Sampai akhirnya ia menemukan desain karpet yang sesuai keinginan calon pembeli.
“Saat, menawarkan, saya mengajak rekanan yang memang usahanya membuat karpet customized. Dia yang mempresentasikan tentang karpet ini, dan saya yang melobi,” paparnya. Dari yang awalnya hanya memesan 500m2, langsung berlanjut ke 2.300m2. saat itu, Purwoko memasukkan foto karpet pesanan Masjid Kubah Mas ke website miliknya www.mitra-karpet.com. Mulailah banyak pemesanan karpet, terutama custom carpet kepada dirinya.
Dari situ Purwoko sadar, banyak orang membutuhkan custom carpet. Pasarnya besar tapi pemainnya sedikit. Kebanyakan para pengusaha menjual karpet buatan mesin. “Dari yang tadinya setiap pesanan karpet, saya lempar ke rekanan untuk dikerjakan, saya mulai berfikir untuk memproduksi karpet sendiri,” papar Purwoko. Selain mulai membuat karpet handtufted, Purwoko juga menjual karpet buatan pabrik yang digunakan untuk perkantoran. Usahanya tersebut semula ia lakukan di sela-sela pekerjaan utamanya sebagai asisten manager di bagian perpajakan Pizza Hut, Jakarta.
NIAT BANTU ORANG TUA
Melihat usahanya yang makin berkembang, tahun 2011 Purwoko mengundurkan diri dari pekerjaannya dan berkonsentrasi pada usaha ini. Tahun 2012, bekerjasama dengan saudara sepupunya, Agus Gunawan Rianto, Purwoko nekat membeli tanah seluas 400m2 lengkap dengan bangunan di dalamnya, di Jalan Raya Gunung Putri, Citeureup, Bogor dengan harga Rp 500 juta.
Saat itu sebenarnya ia tidak mempunyai uang cukup untuk membeli tanah dan bangunan tersebut. Guna menggenjot pelunasan tersebut, ia meminta setiap konsumen yang memesan karpet buatannya, mengharuskan membayar 50% (dari total pembayaran) sebagai uang muka. Para pelanggannya pun setuju. “Dalam waktu 3 bulan, tanah dan bangunan tersebut bisa saya lunasi,” ucap Purwoko saat ditemui di workshop-nya di jalan Gunung Putri, Citeureup, Bogor beberapa waktu lalu.
Sampai saat ini Purwoko mengaku sudah menginvestasikan dana sebesar Rp 2 Miliar untuk usahanya ini. Selain membeli tempat, dana yang ada digunakan untuk membeli beragam alat pembuat karpet. Jumlah karyawannya pun bertambah. Dari yang pertamakali hanya 2 karyawan penembak (yang menempelkan benang akrilik ke kain dengan memakai alat seperti pistol) dan 1 orang penggambar desain, kini Mitra Karpet mempunyai 25 karyawan. “Saya sendiri tidak menyangka bakal bisa seperti ini. Nitan saya waktu mulai usaha, hanya ingin membahagiakan orang tua memasarkan karpet,” papar Purwoko yang juga memasarkan karpet orang tuanya lewat website www.mitrakarpet.com.

Hingga kini, kapasitas produksi Mitra Karpet baru tembus 1.500m2 per bulan. Padahal jumlah permintaan pelanggan 3 kali lipat dari jumlah tersebut. Purwoko pun tidak bisa menolak setiap pesanan yang masuk. Semua pesanan ia terima, hanya pengerjaannya saja dicicil. Misalkan ada yang memesan karpet 2.500m2, ia mengerjaka 500m2 dulu, sisanya dibulan berikutnya. “Alhamdulillah, semua pelanggan mau menerima dan memahaminya,” katanya memungkasi obrolan.

Kamis, 21 November 2013

IKAN MUJAIR JADI DAYA TARIK

IKAN MUJAIR JADI DAYA TARIK
Sangat jarang pengusaha rumah makan yang menggunakan ikan mujair sebagai bahan baku utama masakannya. Namun Wayan Sukamara berani melakukannya. Ternyata ia tidak salah. Kini, ia bisa mengantongi omzet hingga Rp 150 juta per bulan.
Habis karir di bidang politik maka terbitlah karir dibidang kuliner. Walaupun peristiwa ini jarang terjadi, namun bukan berarti tidak bisa terjadi. Adalah pria asli kelahiran Kabupaten Bangli, Bali, Wayan Sukamara, yang mengalami pergantian karir itu. Setelah masa jabatannya sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bangli berakhir pada awal tahun 2004, Wayan memulai usaha rumah makan. Ia menamai rumah makan itu Rumah Makan Pak Bagong.
Pada mulanya ia hanya memiliki 40 kursi untuk para tamunya. Kini rumah makannya sudah berkembang dan memiliki kapasitas 150 kursi. Bahkan, usaha kulinernya telah merajai pasar penggemar olahan ikan air tawar, khususnya mujair. Tidak terbatas di Bangli saja, melainkan juga di Bali secara lebih luas.
MENCICIPI SISA MASAKAN
Kabupaten Bangli dengan Danau Batur-nya adalah penghasil ikan mujair terbesar di Bali. Dahulu ikan mujair tidaklah menjadi bahan baku favorit untuk hhidangan rumah makan di area wisata, sehingga harganya relative lebih murah dibandingkan dengan jenis-jenis ikan air tawar lainnya. Penggemarnya pun hanyalah kalangan tertentu. Namun, dengan kreatifitas dan ketrampilan mengolah ikan mujair yang diwariskan oleh orang tuanya, Wayan Sukamara berhasil menjadikan ikan mujair menjadi masakan yang dicari orang banyak. Tidak hanya masyarakat Bangli, melainkan juga wisatawan.
Saat ini, tidak kurang dari 100 porsi sebagai bahan olahan ikan mujair bisa ia jual setiap harinya. Penjualan tersebut belum termasuk jenis masakan lainnya. Tingkat penjualannya dapat menjadi dua kali lipat saat akhir pecan, tanggal merah, atau hari-hari libur lainnya. Untuk satu porsi hidangan yang terdiri atas iakn mujair, plecing kangkung, sambal matah, kuah kacang hitam, dan nasi putih dihargai Rp 30.000. tidak heran kalau dalam satu bulan Wayan bisa mengeruk omzet sebesar Rp 150 juta dengan persentase keuntungan bersih sekitar 30%.
Mujair nyat nyat menjadi masakan andalan dan menjadi cirri khas Rumah Makan Pak Bagong. Masakan tersebut berupa ikan mujair yang dikukus dengan baluran bumbu mirip ayam atau bebek betutu. Rasanya tentu tak sama. Di mulut, mujair nyat nyat terasa lebih lembut, segar di lidah, dan tidak terlalu pedas. Hidangan ini sulit ditemukan di tempat lain di Bali.
Mempertahankan cita rasa asli masakan adalah kunci utama kesuksesan Rumah Makan Pak Bagong. Untuk hal yang satu ini, Wayan mempunyai cara yang cukup unik yaitu dengan tidak segan-segan mencicipi sisa masakan di piring pelanggan jika ia anggap jumlahnya tidak wajar. Dengan cara itu, Wayan bisa mengetahui dengan pasti apakah cita rasa masakan tersebut sudah sesuai dengan standar rumah makannya atau tidak. “Pemilik bisnis rumah makan harus peka terhadap masakan yang mana paling banyak disisakan pelanggan. (Dengan banyaknya masakan yang disisakan) berarti masakan itu kurang sesuai dengan selera pelanggan,” ujarnya. “Introspeksi diri merupakan keharusan, karena rumah makan tidak seperti pabrik yang bisa memproduksi barang yang sama dalam jumlah banyak,” tambah Wayan.
NAMA SAPAAN IKUT BIKIN LARIS
Rumah Makan Pak Bagong didirikan dengan modal awal sebesar Rp 200 juta. Bangunannya sederhana tapi tetap menampilkan nuansa Bali. Sebagian besar sisi depan rumah makan berdinding kaca sehingga member kesan terbuka. Di beberapa sudut rumah makan Wayan menempatkan patung dari batu paras, lengkap dengan kain poleng hitam-putih-merah. Di bagian dalam ia menyiapkan meja dan kursi berbahan kayu. Mejanya pun dilengkapi dengan taplak bermotif poleng hitam-putih-merah.
Menurut Wayan, pemakaian nama Pak Bagong menjadi kunci suksesnya yang lain. “Kalau bikin usaha rumah makan, kita harus memakai nama unik yang gampang diingat orang,” ujarnya. Pak Bagong sebenarnya adalah sapaan akrab Wayan di lingkungan sekitar rumahnya. Sapaan tersebut diberikan karena ia suka mengobrol dengan orang-orang lebih muda sembari memberikan nasihat-nasihat jika diminta, mirip dengan kebiasaan tokoh Bagong di pewayangan. Jadi saat pertama kali Rumah Makan Pak Bagong dibuka, orang-orang yang mengenalnya dengan senang hati menjadi pelanggan.
Menurut Wayan, tidak ada kendali berarti dalam menjalankan usaha kulinernya. Harga bahan baku masakan rumah makannya tidaklah terlalu mahal dan jumlahnya masih sangat mendukung. Hanya saja dengan efek kenaikan bahan bakar minyak (BBM) baru-baru ini, ia harus memutar otak agar sebisa mungkin tidak menaikkan harga. “Pokoknya BBM naik atau tidak, rasanya tetap raja,” ujar Wayan menggaransi.

TAS ROTAN TERBANG KE JEPANG

TAS ROTAN TERBANG KE JEPANG
Tas wanita umunya berbahan kulit atau kain. Namun, Panut Mulyawiyata memilih bahan berbeda, yakni rotan. Ternyata pilihannya benar. Produknya digemari oleh kaum hawa. Bukan saja wanita Indonesia, tetapi juga perempuan Jepang dan Korea.
Biasanya, orang memanfaatkan rotan sebagai bahan baku pembuatan furniture atau perlengkapan rumah tangga lainnya. Namun Panut Mulyawinata berbeda. Ia mengolah rotan menjadi berbagai ragam tas cantik kualitas ekspor. Dengan sentuhan artistic dilengkapi aksesoris, orang tidak mengira jika tas-tas tersebut terbuat dari rotan.
Ada sekitar 300-an model dan ukuran tas hasil kreasi Panut. Ada yang berbentuk oval, bulan sabit, dan hati. Dilihat dari desainnya yang lebih menekankan pada sisi artistic, tas-tas buatan panut memang bernuansa modis daripada fungsinya. Hampir seluruh produk tas tersebut diperuntukkan bagi kaum wanita. “Dari sekian model yang ada disini, 70 persen hasil desain saya, 30 persennya dari pembeli,” katanya.
SUDAH EKSPOR
Saat ini dengan merk produk Anggun Rotan, dibantu 38 karyawan, setiap bulannya Panut mampu memproduksi dan menjual sekitar 1.300 unit tas. Harga per unitnya variatif, tergantung desain dan tingkat kesulitan pengerjaan. Harga termurah Rp 50.000, sedangkan harga termahal Rp 250.000.
Produk tas buatan Panut tak hanya laku di pasaran dalam negeri, melainkan juga di mancanegara. Sebagaimana ia tuturkan, saat ini 40% produknya diekspor ke Jepang dan Korea, sedangkan pasar dalam negeri 60%. Pasar dalam negerinya, antara lain ke Jakarta, Semarang, Surabaya, dan Bali.
“Sejak empat tahun lalu kami lebih banyak mengerjakan orderan. Sebenarnya kemampuan kami memproduksi per bulannya sampai 2.000 unit. Namun demikian, yang bisa kami pasarkan, baik lewat order maupun penjualan langsung, berkisar 1.300 unit,” lanjutnya.
Meski usahanya relative stabil, upaya untuk mengembangkan pasar terus dilakukannya. Selain lewat media brosur, ia juga memperkenalkan karyanya melalui internet dan pameran. Menurut ia, pameran merupakan sarana promosi paling kuat. Karena di pameran orang bisa melihat langsung produknya. Di pameran pula, biasanya media massa akan melihat dan kemudian mewartakan. “Itu rangkaian promosi yang berawal dari pameran. Tapi intinya, alat promosi terbaik adalah kualitas produk. Jika kualitasnya bagus, ya akan mengundang minat orang untuk membeli,” jelasnya.
Berkat usahanya, Panut pernah mendapatkan beberapa penghargaan dari pemerintah. Di antaranya penghargaan dari Dinas Perdagangan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta dan Program Kemitraan Bina Lingkungan Award 2009 dari Kementerian BUMN. Selain itu, tempat usahanya juga kerap menjadi tempat praktik kerja lapangan siswa maupun mahasiswa dari berbagai sekolah dan perguruan tinggi di wilayah Yogyakarta dan sekitarnya.
Selama mengelola kerajinan tas rotan, Panut mengaku tak pernah menghadapi kendala serius dalam hal pemasaran. Yang justru kerap ia alami adalah hambatan cuaca. Seringnya turun hujan dan hawa dingin menyebabkan proses pengeringan terganggu. “Rotan itu kan rentan lembab apalagi basah. Jika cuacanya mendung apalagi hujan, seperti baru-baru ini, jelas menghambat proses produksi. Makanya ruang produksi kami buat semi terbuka agar proses pengeringannya lebih cepat,” katanya.
KONSISTEN PADA JALUR ROTAN
Panut, menggeluti usaha kerajinan tas berbahan rotan sejak 2001. Ketrampilan mengolah rotan diperoleh dari pengalaman kerja sebelumnya. Jauh sebelum merintis usaha sendiri, dia telah malang melintang ke berbagai kota, bekerja di tempat industry yang mengolah rotan untuk bahan baku furniture.
“Hampir selama sepuluh tahun saya bekerja di pabrik rotan, antara lain berada di Cirebon, Salatiga, solo, Madiun,” jelasnya. Pilihan usaha itu didasari keinginannya mencari pasar baru. Soalnya, menurut pengamatannya selama itu, jarang ada kerajinan tas yang menggunakan bahan dari rotan. Kebanyakan, tas menggunakan bahan baku kulit (sintesis atau asli) dan kain. Sementara rotan lebih banyak dimanfaatkan untuk pembuatan furniture. Lewat terobosan itu, ia berharap dapat menggaet pasar lebih luas.
Dengan modal awal sekitar Rp 25 juta, ia mengawali usaha. Ia dibantu oleh tujuh orang karyawan. Produknya semula dipasarkan dengan cara dititipkan di toko-toko kerajinan di kawasan kota Yogyakarta. Sebagai usaha pemula, memang agak tersendat pasarannya. Itu karena promosi dan desain produk belum variatif. Karena promosinya belum gencar, public belum banyak yang mengenalnya.
Panut tetap konsisten dengan jalurnya, meskipun banyak godaan untuk banting stir ke usaha lain. Apalagi saat itu produk tas buatannya bisa dibilang baru, yang belum memiliki banyak konsumen. Ketekunan dan kesabarannya mulai membuahkan hasil. Sedikit demi sedikit produknya mulai dilirik orang. Pembeli dan pemesan mulai berdatangan.
Tahun demi tahun usahanya kian berkembang, apalagi setelah menggunakan media internet sebagai media promosi. Pada 2005 ia menjadi salah satu mitra binaan PT.Pertamina. selain mendapatkan bantual modal berupa pinjaman lunak, ia juga memperoleh kesempatan promosi melalui berbagai pameran yang didukung oleh salah satu BUMN tersebut. “Selain mendapatkan kesempatan ikut pameran di berbagai kota, kami juga pernah berkesempatan ikut pameran di luar negeri. Antara lain ke Jepang, Inggris, Hongkong, dan Dubai. Pertamina juga membantu dalam hal pembinaan yang menyangkut manajement usaha dan sumber daya manusia,” jelasnya.

Perjalanan usahanya sempat tersendat ketika wilayah Yogyakarta terguncang gempa bumi pada Mei 2006. Bencana tersebut selain membuat lesu pasar, juga berdampak pada lambanya proses produksi karena hampir seluruh karyawannya terganggu oleh proses rekontruksi rumah mereka. Baru setahun paska gempa, usahanya mulai menggeliat lagi hingga kini.

Senin, 18 November 2013

SUKSES PASARKAN HYDRO DI BANDUNG

SUKSES PASARKAN HYDRO DI BANDUNG
Kurang baiknya kualitas air konsumsi di komplek perumahan tempatnya tinggal, dijadikan sebagai peluang bisnis potensial oleh Ahmad Rauf dan istrinya Haerawati di Bandung. Ia lalu memasarkan produk filter air merek HYDRO dengan menjadi agen PT. HYDRO water technology. Langganannya kini, tidak hanya skala rumah tangga, tapi sudah mulai masuk kalangan industry
Salah satu layanan yang membuat HYDRO disukai oleh masyarakat, menurut Rauf adalah layanan garansi yang diberikan. Seperti garansi mesin selama 1 tahun dan garansi kualitas air (air menjadi sehat, bebas bau, warna, rasa, kaporit, kapur, dan keruh). Penggantian spare part, dan jasa konsultasi mengenai masalah air. Bahkan pihak HYDRO berani memberikan garansi 100% uang kembali apabila dalam 100 hari konsumen tidak memperoleh mamfaat dari filter air HYDRO. ”Sebelum memakai filter, konsumen juga di cek keadaan airnya,” ucap Rauf. Dengan begitu, akan diketahui komposisi bahan filter yang digunakan.
Sudah puluhan filter air HYDRO yang sudah berhasil dijual, sejak Rauf menjadi agen HYDRO di bulan Agustus 2012. Terbanyak selama ini penjualan untuk skala rumah. Yaitu HYDRO tipe H-2000 dengan harga jual Rp 5,5 juta-an dan HYDRO tipe H-4000 dengan harga jual Rp 7,4 juta-an. Setiap bulan jumlah permintaan mengalami kenaikan. Iapun optimis produk filter air yang dijualnya akan lebih banyak lagi diminati masyarakat. Seiring dengan meningkatnya pendapatan perkapita masyarakat, kebutuhan akan kualitas air bersih lebih diperhatikan.
TERBUKTI KUALITAS
Awal perkenalan Rauf dengan HYDRO, dimulai ketika ia mulai merasakan ketidaknyamanannya mengkonsumsi air artesis yang disediakan oleh developer komplek perumahan tempat ia tinggal. Meski dikelola oleh pemerintah setempat, ia ragu dengan kualitas airnya. Tahun 2007, Rauf mencoba membuat sumur bor di dekat rumahnya. “Air sumur bor kami hanya jernih pada 5 menit pertama, setelah itu menjadikuning dan agak bau. Akhirnya saya gunakan hnya untuk menyiram tanaman,” jelas Rauf.
Tahun 2010, ia sempat membeli satu unit filter air yang katanya bagus untuk menjernihkan air. Namun sampai saat ini, belum terpasang lantaran harus dipasang berdekatan dengan tempat penampungan air yang letaknya tinggi dan sempit. Sekitar bulan Februari 2012 saat sedang ke Jakarta ia membaca iklan HYDRO di sebuah harian nasional. Meski tertarik, ia belum berminat membeli HYDRO, karena menurutnya pada waktu itu, semua filter air sama saja. Bulan Agustus 2012, setelah tahu ada garansi uang kembali bila air hasil saringan tetap berbau dan berwarna kuning, ia mengundang PT. HYDRO water technology untuk memasang filter air HYDRO di rumahnya.
“Setelah saya melihat hasil air dari filter HYDRO terbukti kualitas, saya langsung mengajukan diri sebagai agen untuk wilayah Bandung dan sekitarnya,” terang Rauf. Dengan investasi Rp 30 juta, dalam tempo sebulan setelah pengajuan, ia menjadi agen HYDRO untuk wilayah Bandung dan sekitarnya. Usahanya ini menempati showroom seluas 9 m2 dan gudang seluas 18 m2. Untuk aktifitas penjualan, Rauf dibantu oleh 2 orang karyawan.
DIBANTU PROMOSI
Dalam memasarkan produk HYDRO, Rauf merasa terbantu dengan dukungan dari pihak PT. HYDRO water technology. Bantuan yang diberikan berupa pelatihan teknis, alat peraga dan alat pengujian kualitas air. Usaha Rauf juga ikut dipromosikan lewat website www.HYDRO.co.id . tidak ketinggalan brosur dan pamphlet ikut dibantu pembuatannya. Belum lagi dukungan promosi lewat media cetak.
Untuk skala rumahan, HYDRO dijual dalam beberapa tipe. Diantaranya HYDRO 2000, HYDRO protable jumbo dengan tinggi 70 cm dan diameter 20 cm, HYDRO 4000 tinggi 145 cm dan diameter 25 cm, dan HYDRO 6000 dengan tinggi sekitar 150 cm dan diameter 30 cm. selain dijual untuk skala rumahan, Rauf ingin lebih banyak mengembangkan untuk kalangan industry. Hanya saja memang, untuk industry HYDRO tidak dibuat ready stock. Ini karena besaran alat dan filter, disesuaikan dengan kebutuhan si industry tersebut.
Meski di Bandung saat sudah ada competitor lain yang menjual filter air, Rauf optimis bisa bersaing dengan mereka. Apalagi bila konsumen bisa melihat hasil kualitas air yang disaring melalui HYDRO disbanding produk lain sejenis. “Jika sudah menggunakan HYDRO, pasti tidak akan pindah ke yang lain,” ucap Rauf tersenyum.

peluang usaha bisnis syariah wisata hati yusuf mansur

peluang usaha bisnis syariah wisata hati yusuf mansur
peluang usaha bisnis syariah wisata hati yusuf mansur